Maaf ya, part 5 vakum nya lama sekali :( saya sibuk, jadi harus curi2 waktu buat nulis. Tapi, pasti selesai kok ;) So, lets enjoyed my story!
#5
Untuk hari
ini sang surya enggan untuk menampakkan dirinya. Seolah sedang beristirahat
sejenak dari kegalauan. Cuaca agak sedikit mendung, angin yang berhembus
kencang berupaya untuk menerbangkan payung yang sedang kugunakan. Aku yang
berjalan sendirian ditemani dinginnya hari dan beratnya buku. Kurasa, flu
kembali hadir tanpa izin ku dulu. Wajahku kini pasrah menyambut datangnya demam
dan flu yang telah lama kuhindari. Gairah hidup untuk saat ini tiba-tiba
menguap dengan sendirinya. Payung yang kupegang seperti memelas untuk
dilepaskan. Tanpa sadar, kulempar payung itu tanpa memperdulikan diriku
sendiri.
Sepulang les tambahan di sekolah yang
membuat kepalaku sedikit atau mungkin sangat mumet, ditambah kembali ke rumah tanpa
jemputan pak Kevin atau Dad alias naik taxi atau malah jalan kaki! Tak
kuhiraukan dering hp agar aku tetap berkonsentrasi mencari tumpangan pulang.
Sangat gila jika aku harus berjalan kaki sampai rumah! Dari arah belakang,
sebuah mobil melaju kencang. Aku sadar, posisiku saat ini tidak jauh dari
genangan air hujan berwarna coklat. Sangat menjijikkan! Namun, kaki ini sudah
tak mampu lagi menghindar. Dan alhasil………………. Ceeeeeesss! OH MY GOD! Rasanya
seperti terguyur chocolate ice dicampur pupuk urea! Tanpa sengaja, aku bersin
sebanyak 5 kali! Tidak tau apakah flu ku bertambah berat atau air beceknya
masuk ke dalam organ tubuh (read: nose). Kulihat mobil itu berhenti tak jauh
dari tempatku berdiri sedang meratap tak jelas. Seseorang turun dari mobil
membawa dua buah payung yang satunya telah dipakainya.
“Sorry, it’s my fault!” ucapnya mencoba
memperlihatkan wajahnya padaku yang tertutup payung. Dia memberikan satu
payungnya padaku dengan sedikit memaksa. “Cepat ambil ini! Dan masuklah ke
mobilku.”
Tanpa
suara, dia membantu membawa buku ku yang terjatuh nyaris rusak gara-gara
terkena air hujan. Aku segera masuk ke mobilnya. Setelah selamat dari bencana
“tidak pulang ke rumah”, aku mengambil tisu untuk membersihkan sisa-sisa
kotornya air tadi. Untuk saat ini kurasa dia menjelma menjadi “Angel” yang
mencoba menolong seorang perempuan malang
dipinggir jalanan yang kotor dilengkapi make-up lumpur seperti ikan lele
raksasa. Tak lama kemudian, si “Angle” itu masuk ke mobil dengan susah payah
sambil menggendong bukuku yang lumayan berat. Wajahnya tak terlihat karena
tertutupi topi yang sedang dipakai. Aku mencoba mengambil tisu untuk
membersihkan kotoran yang masih menempel di pakaianku seolah telah lekat tak
mau pergi.
Ketika aku masih fokus untuk bersih-bersih, ternyata
mobil sudah melaju menembus derasnya hujan dan kencangnya angin. Disaat tanganku
ingin mengambil beberapa lembar tisu, tanpa sadar kotak tisu telah kosong
melompong! Tisunya telah lenyap masuk ke dalam tempat sampah berukuran kecil di
samping kaki ku! Ya Tuhaaaan!!!
“Butuh
tisu lagi? Nih.” Sodor orang itu. Dari arah samping, sepertinya aku kenal bentuk
hidung dan bibirnya, hehe. Sepertinya aku pernah bertemu sebelumnya. Namun, aku
sangat bodoh telah melupakan namanya. Hidungnya yang mancung, dan bibirnya yang
tipis melayang-layang dipikiran ku. Otakku mencoba mengingat siapa dia.
“Err,
sepertinya aku mengenalmu.” Aku memancing percakapan lebih dulu. Kacang kacang
kacaaaaaangggggg….! Dia hanya diam menikmati indahnya gerimis yang mulai
mereda. Baiklah, sepertinya aku yang harus menahan rasa penasaranku dengan
menutup mulut.
“Jangan
manyun dong, jelek!” tiba-tiba dia menyeletuk. Apaa?? Manyun?? Jeleek?? Ternyata
dia masih memperhatikanku *cieilaah* buktinya dia tau aku tetap cantik walau
berlumutan eh berlumuran! Aku hanya diam seolah balik mengacangi pernyataannya
tadi.
“Kita memang pernah bertemu. Seingatku dua
kali, semoga benar.” timpalnya. Dua kali? Wait for a moment…. Ya ya! Aku baru
ingat! Dia yang mengantarku pulang ke rumah setelah MOS dan kita juga pernah
bertemu di toilet Foodcourt.
“Shane ?”
dengan ragu-ragu aku mencoba menatap wajahnya. BERHASIL! Kini dia memalingkan
wajahnya padaku. Dan benar! aku ingat wajahnya, aku tau siapa dia. Lagi dan
lagi, dia hanya tersenyum tipis dan kembali menatap jalanan yang licin.
“Emm,
benarkah?” aku mencoba memastikan agar hal memalukan tidak terulang untuk yang
kedua atau kesekian kalinya.
“Ya,
kamu benar. Aku Shane Filan. Secepat itukah melupakan nama ku?” pertanyaanya
membuatku terpojokkan. Ya, aku hanya gadis yang sebelumnya tak pernah mau kenal
seorang lelaki. Bahkan namanya saja lupa walau sudah melihat wajahnya. Tetapi,
kali ini beda.
“Mungkin,
otakku yang hampir meletus ini tak mampu untuk mengingat namamu dengan cepat.” Aku
mencoba beralih.
***
“Happy Sunday day, dear!” sapa dad ketika
aku baru sampai di ruang makan.
“You
too, dad.” Sepertinya dengan sepotong roti gandum dan coklat panas dapat
meringankan flu ku ini. Kali ini aku harus menahan emosi yang tidak tahan
mendengar kicauan Koa. “Ai hap a dleeem, a song to siingg, to hep mi cop, wit
aniting.” Ceracau nya. Mom yang melihat gelagatku agak risih mendengar Koa,
berusaha mendiamkannya agar aku tetap nyaman. Tapi apa boleh buat, namanya anak
kecil ya mau sampai kiamat pun gak bakalan didengerin!
“Arrrghhhh!!
Koa!! YOU CAN STOP??!! DON’T DISTRUB ME!” akhirnya aku meledak. Aku benar-benar
marah padanya. Saat itu, aku tak peduli dengan reaksi dad dan mom. Aku berlari
sambil membawa sarapanku yang masih utuh ke kamar di lantai atas.
“Benar-benar pagi yang menyebalkan!” gerutuku.
Secara bersamaan, dering hp mengiringi kekesalanku. Tertera nama Nicole
memanggil. Mau tak mau, harus kuangkat.
*Via Hp
Nicole : Morning, Chisel. How about your life?
Me : Iam so bad, now.
Nicole : Really? Are you sick?
Me : Yes. only a slight fever and flu.
Nicole : Oh, sorry. if you're not sick, I want to
take you to the boutique.
Me : For what?? The party??
Nicole : Maybe, so how?
Me : Okay, I'm coming with you.
Nicole : Is it true? I'm glad to hear it. I'll pick you
up at 3 pm.
Sebenarnya,
sangatlah buruk jika aku harus keluar dengan kondisi yang tak memungkinkan. Namun
demi sahabatku, kuiyakan saja ajakannya walau berat.
***
At 2 pm.
Tok tok tok…. Seseorang mengetuk pintu
kamarku. Aku mempersilahkan si pengetuk pintu itu untuk masuk sambil mencoba
bangun dari istirahat siangku. Ternyata mom. Seperti biasa, wajahnya selalu
dihiasi senyum yang sangat indah!
“Dear, mom
know you're sick. But, can you keep control of your emotions to your little
brother?” Tanya mom. Aku hanya terdiam. Aku mencoba mengingat apa yang telah
kukatakan pada Koa tadi. Mungkin sangat kasar. Mom mendehem beberapa kali
sehingga membuatku terpaksa menjawabnya.
“sorry, mom.
I know, I was wrong. I will apologize to Koa.”
Mom
tersenyum mendengar ucapanku barusan. Tanpa diduga, Koa muncul di depan pintu. Aku
hanya mengangkat alis sambil berkata,
“If you
are truly my brother, come here.” Ku lihat senyum Koa merekah. Dia memelukku
sambil meminta maaf dengan gaya
cadelnya.
“Iam
sorry, my lovely sister. I promise I will not disturb you again”
Tampak hp ku kembali bergetar. Koa segera
mengambil nya untukku. Tanpa sadar, dia membaca si pemanggil, “Bryan McFadden.”
Ucapnya polos. Beruntung, mom sudah keluar.
“KOA! Please
do not call names. If mom heard how?”
Lagi lagi,
aku harus membentak Koa. Dia terlihat ketakutan sampai menjerit seperti habis
melihat sosok “Beautiful In White”.
“Maaf,
Koa salah. Maapin Koa ya kak?” ucapnya memelas. Ya Tuhan, sangatlah lelah jika
seperti ini. “Baiklah, pergilah mandi. Setelah itu kamu boleh ke sini lagi.”
Segera kuangkat
telepon dari Bry dengan mata sayu dan mulut yang kering. Ternyata Bryan
mengajakku pergi menemaninya ke bandara menjemput neneknya. Akhir-akhir ini aku
dan Bryan
memang dekat. Entah mengapa itu bisa terjadi. But we're just friends. Tanpa sadar
aku iyakan ajakannya karena dia mendesakku harus cepat-cepat. Alhasil, setelah
kututup telepon darinya, dengan berlari aku langsung ngacir ke kamar mandi dan
berhasil terjatuh! Gedebuuukdungcesss!!!
“Apa
yang terjadi, dear?” teriak Mom dari luar kamar.
“Tidak
ada apa-apa mom.”
Ketika aku sudah bersiap pergi, sebuah pesan
dari Nicole masuk. Ya Tuhaaan!! Mengapa aku bisa lupa??!! Janji pada Nicole
sekarang telah kuabaikan! Aargggghhh!! Sekarang apa yang harus kulakukan
sedangkan Bryan
sudah menunggu di depan gerbang?! Iam so stupid stupid stupiddd!! Stupid girl! Dengan
wajah cemas, aku masuk ke mobil Bryan sehingga
membuat Bryan
mengangkat alisnya.
“Are you
okay?” aku hanya menganggukkan kepala tanpa bersuara sedikitpun. Ohh Nicole, so
sorry.. iam sorry. Sesampainya di bandara yang membutuhkan waktu tiga puluh
menit, akhirnya aku dan Bryan
bertemu dengan neneknya yang kebetulan sudah menunggu. Bryan memeluk neneknya dengan gembira. Rindu sang
cucu dengan neneknya terobati.
“Who are
you? Bryan girlfriend?”
pertanyaan si omma membuat aku dan Bry salting (read: salah tingkah). Aku dan Bryan dengan cepat
menjawab, “BUKAN!” si Omma hanya tertawa kecil. Sungguh aneh. Tiba-tiba, pipi
Bry merah padam. Aku hanya mendelik melihatnya seperti itu. Ketika kami sampai
di mobil, omma meminta untuk lunch sebentar. Aku dan Bry mengiyakan. Ternyata,
omma itu sangatlah baik. Selama diperjalanan aku suka sekali bercerita
dengannya. Hehehe…
@Paparaze Town
Ketika lunch, omma memilih makan di meja
terpisah dan akhirnya aku semeja dengan Bryan .
Saat itu wajahku memang sangat-sangat-sangaaat BETE! Aku bersin berkali-kali. Sehingga
Bryan terlihat menahan tawanya sambil menyodorkan tisu padaku. Aku hanya
memanyunkan mulut seolah tidak terima ejekkan Bryan . Beberapa waktu kemudain, setelah kami
selesai makan, dan Bryan
sedang membayar bill nya, seseorang di belakang menepuk pundakku.
“Whatt???
Jadi ini yang kamu lakukan. Tadinya aku sangat senang bia pergi shopping
bersamamu. Namun, sayangnya rasa itu tiba-tiba pergi dan aku sangat kecewa,
Shel! Jika kamu memang tidak ingin pergi seharusnya kembali menghubungiku tanpa
aku harus menunggu lama! Aku tau, kamu pasti lebih memilih Bryan dari pada sahabatmu sendiri. Ingat,
jangan pernah hubungi aku lagi!” Ternyata dugaanku benar. Nicole! Dia benar-benar
marah. Dan aku memang sepantasnya mendapatkan hal itu. Dengan wajah sayu, aku
mencoba menahannya untuk meminta maaf dan menjelaskan semuanya. Namun, Nicole
sudah keburu pergi entah ke mana.
“Chisel, ada apa?” Bryan dengan terburu-buru menjumpaiku di
sudut parkiran. Sepertinya Omma sudah masuk ke mobil.
“Chisel,
cepat jelaskan. Mengapa menangis? Ada
apa? Sepertinya tadi aku melihat Nicole menjumpaimu? Benarkah?” pertanyaan Bryan yang beruntun
membuatku semakin gundah. “Sudahlah, Bry. ini masalah ku. Privacy ku. Sebaiknya
kita segera ke mobil. Aku takut Omma menunggu terlalu lama. Aku jalan lebih
dulu dari Bryan
yang semakin linglung akan kejadian tadi.
***
Dengan
tergesa-gesa aku meletakkan tas di meja. Ku lihat, tas Nicole ada di seberang sana . Ya Tuhan, ku rasa
Nicole masih benar-benar marah. Sampai-sampai dia rela pindah. Tiba-tiba Nicole
ada di depan pintu, sepertinya ingin mengambil sesuatu. Namun, ketika dia
melihatku, dia segera berlari mencoba menghindar. Tanpa ba-bi-bu-be-bo aku
menyusulnya sampai menabrak seseorang di depan dengan siku ku. “NICOOOOOOOOOOOLLLLEEE!
Wait!” aku berteriak di setiap koridor kelas yang kulewati, seperti orang gila.
Biarlah, demi Nicole aku rela. Tapi percuma, Nicole berhasil menghilang tanpa
jejak.
***
Loh loh
lohhh… ada apa lagi nih antara dua sahabat itu? Chisel dan Nicole. Kok Nicole
nyebut-nyebut nama Bryan ya? Hayoo, penasarankan… ikutin terus ya ceritanya. Par
6 menyusul, babaayyy ;)
Thanks before,
Bella.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar